Jumat, 18 Februari 2011

sekedar ngudo roso


Masyarakat kok sekarang aneh, wong jowo ilang jawane. Semua nggugu karepe dhewe, merasa paling pinter, merasa paling bener.
Keselarasan beragama, keharmonisan hubungan antar kelompok dan golongan, saling menghormati, tepo sliro sudah jauh dari benak bermasyarakat. Coba ketika kita lihat berita, dalam sepuluh berita yang disampaikan belum tentu ada dua berita yang mengabarkan kedamaian, guyup rukun dan gotong royong. 80 % berita yang kita lihat hanya gontok gontokan do rebutan bener. Ini  salah siapa?
Apakah tatanan masyarakat memang sudah seperti itu?
Apakakah pergeseran budaya selalu kearah yang begitu?
Terkadang hati ini merasa miris, ngeri melihat antar kelompok masyarakat tawuran, adu landheping gegaman. Ada lagi berita kelompok agama yang merasa paling benar menyerang, menganiaya, merusak, anarkis terhadap kelompok beragama yang lain yang mereka anggap tidak benar. Padahal mereka juga tahu yang paling benar itu hanya ALLAH. “Astaghfirullah.....”. mbok mari berfikir lebih arif, lebih dewasa ALLAH itu maha bijaksana, maha segala galanya. Kalau DIA berkehendak untuk menunjukkan pada umatnya mana ajaran yang benar, mana ajaran yang salah tentunya ALLAH akan menunjukkan itu tanpa kita harus gontok gontokan, tanpa kita harus merasa paling benar.  
Bukankah perbedaan itu juga sunatullah, memang sudah digariskan oleh gusti ALLah untuk berbeda. Bahkan dari perbedaan itulah kita bisa hidup. Contoh gampang ketika kita melihat sebuah keindahan, ada yang bilang ini bagus, tapi ada juga yang bilang ini tidak bagus. Bukankah perbedaan itu memang digariskan untuk ada? Bahkan Rasulullah Muhammad-pun pernah mengabarkan bahwa Islam dan yang lainnya akan terpecah menjadi beberapa golongan.
“Dari Abu Hurairah ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah SAW. Kaum Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan atau 72 golongan dan Kaum Nashrani telah terpecah menjadi 71 golongan atau 72 golongan dan ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan”.
Mestinya kita berfikir lebih arif, seandainya kita paksakan perbedaan itu untuk disamakan, dengan cara diserang, dihancurkan bukankah kita memaksakan agar hadist tersebut salah? Mestinya kita nglenggono bahwa kita memang harus berbeda. Sikap terbaik yang mestinya kita lakukan adalah menjaga anak turun kita, anak didik tanggungan kita untuk tidak mengikuti kelompok ataupun ajaran yang kita anggap salah. Bagitupun dengan kelompok yang kita anggap salah itu juga menjaga anak turun mereka sehingga semua berjalan baik, berdampingan. Bukankah Allah sudah menciptakan surga dan neraka itu juga berdampingan???
Satu falsafah kemasyarakatan yang mestinya kita gunakan adalah “rebutan salah” bukan ”rebutan bener” . saat kita berebut salah kita jadi introspeksi diri, kita bisa ndumuk bathuke dhewe bahwa kita salah, walaupun orang lain juga salah. Namun setidaknya kita telah disibukkan dengan mengkoreksi kesalahan kita dan sudah tidak lagi ada waktu untuk mencari kesalahan orang lain.

2 komentar:

  1. Niku asmane menungso pak,amrih donyane rame

    BalasHapus
  2. pada karo istilah banyumas : watek digawa ngurek (kalo sudah watak sulit dirubah)

    BalasHapus